Tugas Dpr Dan Dpd

Tugas Dpr Dan Dpd

Tugas dan Wewenang DPD

Setelah amandemen UUD 1945, lembaga legislatif MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara. Selamat belajar, detikers.

Jakarta, CNBC Indonesia - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk periode 2024-2029 resmi dilantik pada hari ini, Selasa (1/10/2024) hari ini, di mana ada 580 anggota DPR dan 152 anggota DPD yang dilantik hari ini.

Pelantikan anggota DPR, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan DPD periode 2024-2029 dilakukan di Gedung DPR/MPR/DPD 2029 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin membeberkan sejumlah sosok anggota termuda dan tertua DPR, DPD dan MPR periode 2024-2029.

Untuk anggota DPR tertua, ada H. Zulfikar Ahmad yang berusia 78 tahun dari Partai Demokrat untuk Daerah Pilihan (Dapil) Jambi. Zulfikar Ahmad juga menjadi anggota MPR tertua di Indonesia periode 2024-2029.

Sedangkan anggota DPR termuda yakni Anisa MA Mahesa yang berusia 23 tahun dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Dapil Banten II.

Kemudian untuk anggota DPD tertua, ada Drs. Ismed Abdulah yang berusia 78 tahun, dapil Kepulauan Riau.

Sedangkan anggota DPD termuda yakni Larasati Moriska berusia 22 tahun, dapil Kalimantan Utara (Kaltara). Larasati juga menjadi anggota MPR termuda untuk periode 2024-2029.

Umumnya, lembaga legislatif memegang peranan sentral dalam menjaga keseimbangan kekuasaan di negara demokrasi. Sesuai dengan prinsip pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Secara etimologis, "legislatif" berasal dari kata "legislate" yang berarti membuat undang-undang. Lembaga legislatif di Indonesia terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Meskipun sama-sama menempati posisi legislatif, tetapi MPR, DPR, DPD, dan DPRD memiliki peran yang berbeda untuk mewakili dan mengayomi kepentingan rakyat. Sangat penting bagi warga negara demokratis untuk memahami perbedaan antara MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Terlebih keberadaan lembaga legislatif sebagai penjaga keberlangsungan negara demokrasi bukan hanya tentang pembuatan undang-undang, tetapi juga tentang pemberdayaan rakyat melalui representasi yang kuat.

Pemahaman yang baik tentang peran perbedaan MPR, DPR, DPD, dan DPRD menjadi modal bagi warga negara dalam melibatkan diri secara aktif dalam proses demokrasi.

Dengan begitu warga negara dapat menentukan siapa yang sebaiknya ia pilih untuk menempati kursi MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagai wakilnya.

Lalu apa saja perbedaan dan tugas serta wewenangnya? Berikut ini perbedaan kemudian tugas dan wewenang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga negara yang memiliki kedudukan sebagai lembaga permusyawaratan rakyat, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU 17/2014.

MPR memiliki tugas dan wewenang yang strategis dalam konteks pembentukan dan pengawasan pemerintahan, sebagaimana tertera dalam Pasal 4 dan Pasal 5 UU 17/2014.

Revisi terkait pimpinan MPR, sebagaimana diatur dalam UU 13/2019, menegaskan upaya untuk mengatur lebih lanjut tata cara pemilihan dan representasi, dengan 10 orang pimpinan yang diwakili oleh fraksi dan kelompok anggota MPR, sesuai dengan penjelasan tentang pemilihan pimpinan MPR yang terdiri dari ketua dan wakil ketua.

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga perwakilan rakyat yang memiliki kedudukan sebagai lembaga negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 68 UU 17/2014.

Dalam menjalankan tugasnya, DPR memiliki fungsi dan wewenang yang terstruktur, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 69 dan Pasal 71 UU 17/2014.

Dengan tugas dan wewenang yang dimilikinya, DPR menjadi lembaga yang sangat vital dalam menjaga keseimbangan kekuasaan, menghasilkan regulasi yang mencerminkan kepentingan masyarakat, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan pemerintah.

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga perwakilan daerah yang memiliki kedudukan sebagai lembaga negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 247 UU 17/2014.

DPD terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui Pemilu, sejalan dengan prinsip representasi daerah dalam sistem politik Indonesia.

Pimpinan DPD, yang terdiri atas satu ketua dan dua wakil ketua, diatur dalam Pasal 260 Ayat 1 UU 17/2014. Mereka dipilih dari dan oleh anggota DPD dalam sidang paripurna DPD, menunjukkan sistem internal pengambilan keputusan yang melibatkan seluruh anggota DPD.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota memiliki kedudukan sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah yang berperan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 315 dan Pasal 364 UU 17/2014.

Meskipun fungsi, wewenang, dan tugas keduanya sejalan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tingkat nasional, DPRD beroperasi di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota bersama pimpinan pemerintahan setempat.

Meskipun memiliki tingkat kedudukan yang berbeda, baik DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota memiliki peran yang krusial dalam mewakili aspirasi masyarakat setempat, mengambil bagian dalam pembentukan kebijakan daerah, dan mengawasi pelaksanaan pemerintahan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.

CNBC INDONESIA RESEARCH

- Partai Golkar telah membuat keputusan resmi untuk mengganti Mahyudin sebagai Wakil Ketua MPR. Penggantinya adalah Titiek Soeharto. Proses penggantian pimpinan MPR mengingatkan kita pada upaya penggantian pimpinan DPR dan DPD sebelumnya.

Di DPR beberapa kali terjadi drama penggantian pimpinan. Mulai dari cerita Setya Novanto digantikan oleh Ade Komaruddin, dan kembalinya Setya Novanto ke posisi semula sebagai Ketua DPR. Cerita tersebut berlanjut hingga penetapan Setya Novanto sebagai tersangka, mengundurkan diri untuk kedua kalinya, dan Partai Golkar menggantinya dengan Bambang Soesatyo sebagai Ketua DPR.

Pada saat itu, tidak ada upaya hukum untuk melawan keputusan partai. Semua penuh kerelaan untuk menerima pengusulan partai untuk diganti/mengganti sebagai pimpinan DPR. Berbeda dengan Mahyudin yang tidak mau mengundurkan diri, dan akan melawan keputusan partai. Ceritanya bisa jadi akan sama dengan cerita antara PKS dengan Fahri Hamzah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fahri Hamzah melawan keputusan PKS untuk diganti sebagai Wakil Ketua DPR. Hingga saat ini Fahri Hamzah tetap langgeng, dan upaya hukumnya berhasil hingga tingkat pengadilan tinggi. Saat ini gugatan perbuatan melawan hukum tersebut berada pada proses kasasi dan belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Di DPD, setelah Irman Gusman ditetapkan sebagai tersangka, gejolak terjadi. Drama di DPD juga berujung pada upaya hukum. Di DPD seluruh paket pimpinan berganti dan kini DPD dipimpin oleh Osman Sapta Odang. Entah sampai mana cerita upaya hukum yang dilakukan oleh Farouk Muhammad dan Ratu Hemas.

Jadi cerita bongkar pasang paket pimpinan MPR, DPR, dan DPD telah beberapa kali terjadi, dan terjadi pada semua kamar parlemen.

Sebab pimpinan MPR, DPR, dan DPD berhenti dari jabatannya sama yaitu karena meninggal dunia, mengundurkan diri, berhenti sebagai anggota, atau diberhentikan. Jika pimpinan MPR, DPR, dan DPD meninggal dunia atau mengundurkan diri, tentu tidak ada cerita perlawanan hukum karena kedua sebab tersebut mengandung kerelaan hati dan berhalangan tetap untuk melaksanakan tugas pimpinan. Sehingga sebenarnya yang menjadi sebab keributan di parlemen adalah karena adanya proses pemberhentian, dan pimpinan yang bersangkutan tidak mau digantikan.

Ketiga kamar parlemen tersebut mengatur hal berbeda mengenai kondisi objektif proses pemberhentian pimpinan. Di MPR, pimpinan diberhentikan bila diberhentikan sebagai anggota DPR atau anggota DPD, atau tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan, atau berhalangan tetap sebagai pimpinan MPR.

Sedangkan di DPR, pimpinannya diberhentikan apabila tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun, melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh MKD DPR, dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh partai politiknya, melanggar larangan dan diberhentikan sebagai anggota partai politik.

Untuk DPD sendiri, pemberhentian dilakukan jika terdapat kondisi pimpinan meninggal dunia, tidak dapat melaksanakan tugas dan melanggar sumpah/janji jabatan serta kode etik.

Jadi, kerangka hukum dan sebab pemberhentian pimpinan MPR, DPR, dan DPD seperti itulah adanya tertulis. Dikaitkan dengan keputusan Golkar untuk mengganti Mahyudin dengan Titiek Soeharto sebagai Wakil Ketua MPR, pasti kita akan mudah mendapatkan jawaban bahwa secara normatif memang tidak terdapat alasan dan kondisi yang membenarkan untuk menggantikan Mahyudin. Jadi ketentuan pengusulan penggantian pimpinan oleh partai politik tidak terdapat di MPR. Seperti saat Partai Golkar mengusulkan menarik Ade Komaruddin sebagai Ketua DPR untuk digantikan oleh Setya Novanto.

Adanya ketentuan di DPR yang dapat menarik sewaktu-waktu pimpinan berdasarkan usulan partai politik yang mengusulkannya akan menciptakan ketidakpastian hukum dan turbulensi politik yang dapat mengganggu fokus lembaga parlemen.

Seharusnya dengan paket pimpinan yang bersifat tetap, selain ditafsirkan jatah pimpinan merupakan hak fraksi yang memenangkan proses pemilihan pada saat paripurna, demi kepastian hukum dan konsekuensi sifat pemilihan pimpinan, maka frasa bersifat tetap harus ditafsirkan juga bahwa masa jabatan pimpinan DPR yang dipilih dalam paripurna bersifat tetap, pimpinan DPR menjabat 1 (satu) periode selama 5 (lima) tahun dan tidak berganti-ganti tanpa alasan yang dapat diterima oleh hukum.

Akan tetapi, usulan untuk menarik pimpinan DPR tidak semuanya berhasil. Seperti diketahui umum, walaupun Fahri Hamzah diusulkan untuk diganti oleh PKS, hingga kini tetap langgeng menduduki kursi Wakil Ketua DPR karena selain dukungan politik internal yang kuat di DPR, Fahri Hamzah juga memenangkan gugatan perbuatan melawan hukum.

Terakhir, memang tidak terdapat sebab untuk melakukan penggantian terhadap Mahyudin sebagai salah satu pimpinan MPR. Akan tetapi, pilihannya tetap kembali pada Mahyudin pribadi. Apakah mengikuti jejak Ade Komaruddin yang penuh dengan kebesaran jiwa atau mengikuti jejak perlawanan Fahri Hamzah terhadap partainya.

Satu hal yang perlu tetap diingat dan dipertimbangkan oleh Mahyudin, walaupun tidak ada sebab untuk menggantikannya, Partai Golkar yang memiliki perpanjangan tangan fraksi di MPR tetap tidak kehilangan hak untuk mengatur internal fraksinya. Termasuk namun tidak terbatas pada siapa yang ditunjuk untuk menduduki kursi Wakil Ketua MPR untuk menggantikannya. Mulusnya pelaksanaan kebijakan fraksi di parlemen faktanya tetap menjadi faktor yang dapat mengoptimalkan kinerja MPR dan anggotanya.

Ketua DPR Agung Laksono menjelaskan, General Assembly tersebut akan dibuka oleh Presiden dan bakal dihadiri oleh 1400 peserta dari parlemen sedunia yang berasal dari 148 negara. Juga 7 organisasi parlemen regional seperti Uni Eropa, Asia Pasifik, dan IBO. "Di dalam General Assembly tersebut akan dibahas isu-su dunia, antara lain, global climate change, upaya mengurangi kemiskinan, termasuk di dalamnya upaya-upaya untuk menciptakan lapangan pekerjaan," kata Agung dalam konferensi pers usai rapat dengan Presiden.

Agung menambahkan, dalam rapat konsultasi dengan Presiden SBY juga dibahas mengenai percepatan draft undang-undang paket di bidang politik, antara lain UU Susunan dan Kedudukan MPR/DPR/DPD, UU Pemilu, UU Parpol, UU Pemilihan Presiden. "Kami berharap undang-undang ini dapat diperbaiki agar bisa menghadirkan hukum yang berdasarkan demokrasi dan mengacu kepada kepentingan nasional yang jauh lebih baik," uajrnya. Ia berharap dalam waktu dekat ini paket RUU tersebut sudah bisa disampaikan kepada DPR untuk ditindaklanjuti.

Pertemuan juga menyinggung mengenai kepedulian DPR/DPD tentang penyerapan dana APBN yang diberikan ke daerah. "Ternyata di tingkat daerah seringkali ada stuck, terutama dalam hubungan antara DPRD dengan pemerintah daerah, sehingga memperlambat proses pembangunan daerah," tutur Agung yang dalam konferensi persnya didampingi oleh Ginandjar Kartasasmita.

Ginandjar Kartasasmita dalam pertemuan tersebut menyampaikan perkembangan prakarsa amandemen UUD 1945. "Yang intinya untuk memperkuat sistem ketatanegaraan, sistem perwakilan, dan sistem demokrasi kita," kata Ketua DPD.

Selain itu, didiskusikan juga mengenai kasus IPDN dan Lapindo. "Presiden memberikan penjelasan mengenai latar belakang kebijakan pemerintah yang terdiri dari 6 butir tersebut. Presiden mengatakan bahwa ia sudah membentuk tim pengkajian yang dipimpin oleh Prof. Ryaas Rasyid untuk membahas bagaimana IPDN ke depannya," ujar Ginandjar yang mengingatkan kepada Presiden bahwa semua yang akan dilakukan harus sesuai dengan UU Susdiknas Nomor 20 Tahun 2003.

Ketua DPR dan Ketua DPD menyarankan kepada SBY bahwa sebaiknya IPDN dibubarkan atau diganti sistemnya. "Tidak perlu lagi ada akademi untuk calon camat, seperti tidak ada akademi untuk jaksa atau hakim. Tetapi semua calon tersebut diambil dari para sarjana dari perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Mereka akan diberi pelatihan setahun untuk memberikan pengetahuan kepamongprajaan, pengetahuan mengenai pemerintah, dan lain sebagainya," jelas Ketua DPD kepada para wartawan.

http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2007/04/13/1724.html

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri Sidang Paripurna Pengucapan Sumpah/Janji Anggota DPR/DPD/MPR RI Periode 2024-2029 pada Selasa, 1 Oktober 2024. (Foto: BPMI Setpres/Kris)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri dan menyaksikan pelantikan anggota DPR, DPD, dan MPR RI masa jabatan tahun 2024-2029. Acara pelantikan dilangsungkan dalam sidang paripurna yang digelar di Ruang Paripurna, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 1 Oktober 2024.

Prosesi pelantikan anggota DPR, DPD, dan MPR RI masa jabatan 2024-2029, diawali dengan pembacaan penetapan pimpinan sementara DPR, DPD, dan MPR RI oleh masing-masing sekretaris jenderal ketiga lembaga tersebut.

Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar membacakan penetapan pimpinan sementara DPR RI yang berasal dari perwakilan anggota dewan dengan usia tertua Guntur Sasono dan termuda Annisa Mahesa. Sekretaris Jenderal DPD RI Rahman Hadi membacakan penetapan pimpinan sementara DPD RI yang berasal dari perwakilan anggota dewan dengan usia tertua Ismeth Abdullah dan termuda Larasati Moriska. Dan Sekretaris Jenderal MPR RI Siti Fauziah membacakan penetapan pimpinan sementara DPD RI yang berasal dari perwakilan anggota dewan dengan usia tertua Guntur Sasono dan termuda Larasati Moriska.

Prosesi pengucapan sumpah/janji para anggota DPR, DPD, dan MPR RI, dipimpin oleh masing-masing pimpinan sementara DPR, DPD, dan MPR RI. Sebelum pengucapan sumpah/janji, masing-masing Sekretaris Jenderal DPR, DPD, dan MPR RI membacakan Petikan Keputusan Presiden Nomor 115/P Tahun 2024 tanggal 30 September 2024 tentang Peresmian Pengangkatan Keanggotaan DPR, DPD, dan MPR RI Masa Jabatan Tahun 2024-2029.

Pengucapan sumpah/janji para anggota DPR, DPD, dan MPR RI dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin. Sebanyak 732 anggota DPR, DPD, dan MPR RI terpilih kemudian mengucapkan sumpah/janji jabatan yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin.

“Bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” demikian Muhammad Syarifuddin mendiktekan sumpah jabatan.

“Bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh demi tegaknya kehidupan demokrasi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan. Bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia,” lanjut Ketua MA.

Prosesi pelantikan anggota DPR, DPD, dan MPR RI dilanjutkan dengan penandatanganan berita acara sumpah/janji oleh para wakil kelompok agama, Ketua Mahkamah Agung RI, dan para anggota DPR, DPD, dan MPR RI.

Acara pelantikan diakhiri dengan pembacaan doa yang dipandu Imam Masjid Istiqlal Husni Ismail, dan ditutup oleh pimpinan sementara MPR RI.

Turut hadir pada acara pelantikan ini, antara lain Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno, Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla, Wakil Presiden ke-11 Boediono, para Menteri Kabinet Indonesia Maju, dan tamu dari negara-negara sahabat. (ECH/ABD)

Tugas dan Wewenang DPR

Tugas dan Wewenang MPR

Untuk menjamin tidak terjadinya kekuasaan absolut dan sewenang-wenang, kekuasaan di negara terbagi pada lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Legislatif secara etimologis berasal dari kata legislate yang berarti membuat undang-undang. Lembaga legislatif adalah lembaga yang memiliki tugas dan wewenang untuk membuat perundang-undangan negara.

Lembaga legislatif biasa disebut sebagai Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di ketatanegaraan Indonesia, lembaga legislatif direpresentasikan MPR, DPR, dan DPD, seperti dikutip dari Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila, Demokrasi dan Pencegahan Korupsi oleh A. Ubaedillah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang, seperti dikutip dari laman resmi MPR RI.

DPR adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan RI yang merupakan lembaga perwakilan rakyat.

DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPR memiliki kekuasaan dalam membentuk undang-undang.

Sementara itu, DPD adalah lembaga legislatif di sistem ketatanegaraan RI yang menjadi wakil daerah provinsi.

Wakil-wakil DPD dipilih melalui pemilihan umum dan berfungsi dalam pengajuan usul, ikut dalam pembahasan, dan memberi pertimbangan yang terkait bidang legislasi tertentu, serta melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu.